BERBAGAI MASALAH KURIKULUM
A.
Masalah Umum
Berbagai maslah yang termasuk
dalam masalah umum dapat dikelompokkan menjadi delapan kelompok, yaitu Bidang Cakupan (scope), Relevansi,
Keseimbangan, integrasi, Sekuens, Kontinuitas, Artikulasi, dan Kemampuan Transfer (Transfer Ability).
1.
Bidang Cakupan (Scope).
Scope atau bidang cakupan dapat
didefinisikan sebagai “Luas” kurikulum, yang didalamnya mencakup berbagai topik,
pengalaman belajar, aktivitas, pengintegrasian dan pengorganisasian berbagai
elemen tersebut.
Untuk menetukan scope tersebut,
para pengembang kurikulum dihadapkan pada sejumlah permasalahan berikut.
1.
Pengorganisasian Berbagai
Elemen dan Hubungan Antar Elemen tersebut.
Menurut J. I. Goodlad, Scope adalah sebagai “the actual focal point for learaning through
which the school’s objectives are to attained”. Dari pengertian ini dapat
dipahami bahwa unsur-unsur scope
merupakan hal-hal pokok (actual points)
yang harus dipelajari siswa disekolah.
2. Pesatnya Perkembangan IPTEK.
Sebagai ujung tombak dari implementasi kurikulum, sudah
sewajarnya guru terus mencermati keterbatasan materi pelajaran. Ini dikarenakan dewasa ini ilmu pengetahuan
dan teknologi cenderung terus berkembang dan meningkat sedemikian pesatnya.
3. Penetapan
Prosedur Tujuan.
Caswel dan Campbell (Olivia,
1992) mengingatkan bahwa prosedur tujuan bukan hanya menyangkut pengalaman
belajar, topic, maupun organisasi dan hubungan antar elemen, tetapi juga
menyangkut lima tahapan berikut.
a.
Penetapan
tujuan yang inklusif;
b.
Tujuan
umum tersebut harus dirumuskan lagi kedalam sejumlah pernyataan tujuan umum
yang lebih “kecil”;
c.
Sejumlah
pernyataan tersebut diterjemahkan kedalam tujuan institusional;
d.
Selanjutnya,
tujuan institusional tersebut diuraikan kedalam tujuan per mata pelajaran
(bidang studi); dan
e.
Masing-masing
tujuan per mata pelajaran atau bidang studi tersebut harus diuraikan kedalam
tujuan pembelajaran umum, yang selanjutnya dijabarkan lagi menjadi tujuan
pembelajaran khusus per pokok bahasan, sengan ketentuan bahwa pernyataan
tersebut dapat diukur.
4. Pengambilan
Keputusan.
Masalah lain yang dihadapi
dalam penentuan scope kurikulum
adalah pengambilan keputusan tentang jadi atau tidaknya scope tersebut ditetapkan sebagai cakupan sebuah kurikulum.
2.
Relevansi.
Relevansi
atau
kesesuaian merupakan masalah lain yang cukup esensial dan harus mendapatkan
perhatian dalam pengembangan kurikulum.
3.
Keseimbangan.
Dalam sulitnya mendefinisikan
kata balance atau keseimbangan,
Olivia menunjukkan beberapa variable yang harus dipertimbangkan seperti :
1. Kurikulum yang berpusat pada
siswa (child-centered curriculum) dan
kurikulum berpusat pada pelajaran (subject-centered
curriculum);
2. Kebutuhan siswa dan kebutuhan
masyarakat (needs assessments);
3. Pendidikan umum dan pendidikan
khusus;
4. Luas dan dalamnya kurikulum;
5. Tiga domain penting pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik);
6. Pendidikan individual dan
pendidikan masyarakat;
7. Inovasi dan tradisi;
8. Logis dan psikologis;
9. Kebutuhan yang diharapkan dan
tidak diharapkan siswa;
10. Kebutuhan akademis yang
diharapkan;
11. Metode, pengalaman, dan
strategi;
12. Cepatnya perubahan dan
pergantian waktu atau masa;
13. Dunia kerja dan permainan;
14. Sekolah dan masyarakat sebagai
sumber daya dalam pendidikan;
15. Disiplin kelembagaan;
16. Tujuan kelembagaan; dan
17. Disiplin ilmu.
4.
Integrasi.
Para pengembang kurikulum harus
peduli terhadap masalah pengintegrasian mata pelajaran. Pengintegrasian berarti memadukan, menggabungkan, dan menyatukan
antar disiplin ilmu. Kurikulum adalah
suatu hal yang terintegrasi. Kadar dan tingkat keintegrasian lebih ditentukan
oleh dasar filosopi pengembang kurikulum, dibandingkan berdasarkan data
empiris. Namun, karena tidak semua guru berpandangan demikian, dengan alasan
bahwa terdapat beberapa pelajaran yang harus diajarkan terpisah (separated), maka kalangan progresif
menawarkan agar para guru, sebagai pengembang kurikulum, memosisikan dirinya
pada continuum (rangkaian) seperti yang
ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar
Kontinum Pendidikan
|
|
5.
Sekuens (Sequence).
Sekuens (Sequence) berarti susunan atau urutan pengelompokan kegiatan atau
langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum. Bila scope mengacu pada “apa”, maka sekuens
lebih mengacu pada “kapan” dan “dimana” pokok-pokok bahasan tersebut
ditempatkan dan dilaksanakan. Berikut adalah langkah-langkah sekuens :
1. Mulai dari yang paling
sederhana menuju yang kompleks;
2. Menuruti alur kronologis;
3. Balikan dari alur kronologis;
4. Mulai dari keadaan geografis
yang dekat sampai ke yang jauh;
5. Dari jauh menuju dekat;
6. Dari kongkret ke abstrak;
7. Dari umum menuju khusus; dan
8. Dari khusus menuju umum.
6.
Kontinuitas.
Kontinuitas merupakan pengulangan
terencana tentang isi (conten) untuk
mencapai keberhasilan. Tyler mendeskripsikan kontinuitas sebagai pengulangan
vertical dari elemen atau unsure kurikulum.
Pada dasarnya, prinsip
kontinuitas menyerupai dengan apa yang disebut “Spiral curriculum”, yaitu
pengenalan konsep, keterampilan, dan pengetahuan secara berulang. Dalam
permasalahan kontinuitas ini, dibutuhkan tingkat keahlian yang tinggi dari
perencana kurikulum, baik menyangkut pengetahuan terhadap materi pelajaran (subject matter), maupun penmgetahuan
tentang siswanya.
7.
Artikulasi.
Artikulasi
diartikan
sebagai pertautan antara kelompok elemen atau unsure lintas tingkatan sekolah.
Contohnya dapat dilihat antara SD dan SLTP, SLTA dan SMA, serta antara SMA dan
Perguruan Tinggi (PT), yang juga tidak lepas dalam dimensi sekuens seperti
halnya kontinuitas.
Olover (Oliva, 1992)
menjelaskan pengertian artikulasi sebagai “artikulasi horizontal” atau
“kolerasi”, sedangkan kontinuitas sebagai “artikulasi vertical”. Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa antara sekuens, kontinuitas, dan
artikulasi terdapat kaitan satu dengan yang lainnya. Sekuens merupakan
pengaturan unit-unit dan materi pelajaran secara logis dan kronologis menurut
unit, lembaga dan tingkatannya. Kontinuitas merupakan rencana introduksi dan
reintroduksi unit-unit materi yang sama diberbagi tingkatan dalam upaya
meningkatkan pemahaman yang kompleks dan komprehensif. Adapun artikulasi
merupakan rencana sekuens unit-unit materi pelajaran tersebut secara lintas
tingkatan.
8.
Kemampuan Transfer (Transferability).
Segala hanl yang diberikan
sekolah pada hakikatnya merupakan “proses pentransferan nilai”, maksudnya
apapun yang dipelajari disekolah seharusnya harus dapat diaplikasikan diluar
sekolah, saat siswa sudah menamatkan pendidkannya. Dengan demikian, proses
pendidikan disekolah harus dapat memperkaya kehidupan siswa.
Para alhi pendidikan seperti
Thorndike, Daniel dan L. N.. Tanner, serta Taba menyepakati bahwa jika guru
hendak mentransfer nilai-nilai tersebut, maka terlebih dahulu harus
diperhatikan prinsip-prinsip umum dari proses transfer yaitu :
1. Transfer merupakan “hati nurani”
pendidikan;
2. Proses transfer memungkinkan
untuk dilakukan;
3. Proses transfer dimulai dari
situasi yang lebih dekat, kesituasi luar kelas yang lebih jauh dan luas;
4. Hasil transfer akan lebih
bermakna (meaningful) jika guru
membantu siswa dalam menderivasi, generalisasi, serta menetapkan generalisasi
tersebut : dan
5. Secara umum, dapat dikatakan
bahwa ketika siswa memperoleh pengetahuan bagi dirinya, proses transfer
tersebut telah berhasil.
B.
Beberapa Masalah Khusus
Dalam kaitannya dengan
pengembangan kurukulum, beberapa masalah berikut perlu dipahami secara seksama.
1. Berbagai masalah yang
berhubungan dengan tujuan dan hasil-hasil kurikulum yang diharapkan oleh
sekolah, seperti :
a. Untuk siapa kurikulum itu
disediakan.
b. Apakah kurikulum tersebut
bermaksud mendidik siswa agar mampu mengendalikan diri, atau agar mereka mampu
mengikuti perubahan sosial.
c.
Apakah
kurikulum bersifat mendoktrinasi sesuatu.
d. Apakah kurikulum bermasuk
mempersiapkan siswa bagi masa depannya, atau untuk memenuhi berbagai kebutuhan
yang dirasakan sekarang ini.
e. Apakah kurikulum memberikan
pelayanan terhadap masyarakat atau perorangan.
2. Berbagai masalah yang
berhubungan dengan isi dan organisasi kurikulum, yang terdiri atas :
a. Ukuran yang digunakan dalam
memilih bahan dan pengalaman-pengalaman kurikuler.
b. Apakah kurikulum disusun
berdasarkan mata pelajaran atau pengusahaan adanya korelasi.
c.
Perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam kurikulum tersebut.
d. Jenis-jenis kegiatan dan
pengalaman yang terdapat dalam kurikuler.
e. Jenis kurikulum yang digunakan.
3. Masalah yang berhubungan dengan
proses penyusunan dan revisi kurikulum, seperti :
a. Cara pengadaan artikulasi dan
korelasi.
b. Awal penyusunan dan perevisian
kurikulum.
c.
Sumber-sumber
informasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kurikulum.
d. Pihak yang dapat ikut
berpartisipasi dalam perubahan dan penyusunan kurikulum.
C.
Peran Guru dalam Pengembangan
Kurikulum
Dalam studi tentang ilmu
mengajar dan kurikulum, pembahasan mengenai permasalahan yang dialami guru
senantiasa mendapat tempat tersendiri. Ini dikarenakan guru mengemban peran
yang sanagat penting dalam keberhasilan proses pendidikan. Bahkan, berdasarkan
pandangan yang ada sekarang ini, betapapun bagus dan indahnya kurikulum,
keberhasilan kurikulum tersebut pada akhirnya bergantung pada masing-masing
guru.
Pengembangan kurikulum
melibatkan banyak pihak, terutama guru yang bertugas dikelas. Setiap guru
mengemban tanggung jawab secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, pengadministrasian, dan perubahan kurikulum. Sejauh mana keterlibatan
guru akn turut menentukan keberhasilan pengajaran disekolah.
Sejauh manakah peran guru dalam
perencanaan kurikulum? Kurukulum disusun oleh suatu Lembaga tertentu(di
Indonesia, kurukulum disusun oleh BP3K), yang umumnya dirancang oleh ahli
kurikulum dengan bantuan ahli psikologi belajar dan ahli bidang studi.
Pada dasarnya, para guru itulah
yang paling mengetahui berbagai masalah kurikulum yang tyelah dilaksanakan.
Oleh sebab itu, berbagai saran mereka sangat diperlukan dalam perencanaan atau
penyusunan kurikulum baru, tentu saja malalui prosedur langsung maupun tidak
langsung.
Keberhasilan kurikulum sebagian
besar terletak ditangan guru, selaku pelaksana kurikulum. Para guru bertanggung
jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan kurikulum, baik secara keseluruhan maupun
sebagai tugas yang berupa penyampaian bidang studi atau mata pelajaran yang
sesuai dengan program yang dirancang kurikulum. Untuk itu, guru harus berusaha
agar penyampaian bahan-bahan pelajaran itu dapat berhasil secara maksimal.
Karena itu, peran guru adalah
sebagai pengajar, pembimbing, manajer, maupun ilmuan yang dituntut mencurahkan
segala kemampuannya sehingga pelaksanaan kurikulum tersebut dapat berhasil.
Selain itu, setiap guru dituntut untuk memahami sebaik mungkin tujuan, isi dan
organisasi serta system penyampaian, sehingga kualitas dan kuantitas hasil
pengajaran yang diberikan mencapai target yang dikehendaki.
Bagaimanakah peran guru sebagai pengelola kurikulum? Sebagai
pengelola kurikulum, guru bertanggung jawab antara lain membuat perencanaan
mengajar (rencana tahunan, rencana bulanan, rencana permulaan, mengajar dan
rencana harian), baik dalam bentuk perencanaan unit maupun dalam pembuatan
model satuan pelajaran. Selain itu, guru harus berusaha mengumpulkan dan mencari
bahan dari berbagai sumber, menyediakan perlengkapan atau media pengajaran,
mengadakan komunikasi dan konsultasi dengan berbagai Badan atau Institusi yang
mungkin dapat membantunya dalam pelaksanaan kurikulum, mengumpulkan data
tentang partisipasi murud dalam mengikuti pelajaran atau berbagai kegiatan kulikuler lainnya, ikut serta menyusun jadwal pelajaran dan mengikuti
berbagai pertemuan yang diselenggarakan oleh Sekolah dan para Pengawas, serta
membuat laporan tentang hasil kegiatan kurikulum yang telah dilakukan.
Peran apakah yang dapat
dilakukan guru dalam perubahan kurikulum? Kurikulum merupakan bagian dari usaha
pembaruan dalam usaha pendidikan. Oleh karena itu, proses perubahan pendidikan
tersebut sudah tentu akan melibatkan banyak pihak.
Dalam rangka perubahan kurikulum, umumnya
dilakukan terlebih dahulu penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan,
guna melihat berbagai keunggulan dan kelemahan yang ada, ditinjau dari berbagai
aspek (Filosofis, Sosiologis, Psikologis, Metodologis, dan lain-lain). Berbagai
saran dan pengalaman guru yang dianggap sangat berpengalaman sering
diikutsertakan dalam Panitia Pembaharuan, bersama para Spesialis dan Pekabat
berwenang yang ditunjuk oleh Departemen Pendidikan. Jadi jelaslah, keterlibatan
guru dalam pengembangan kurikulum sangat diperlukan.